KEBODOHAN MERUPAKAN JALAN BAKU MENUJU KEHANCURAN



Adalah berpadunya akal dengan pola sikap yang dituntun oleh wahyu, akan melahirkan manusia-manusia tangkas dan berani dalam melawan penindasan sistemik atas kebodohan yang mengakar di tubuh umat.

Di saat umat menginginkan damai dalam berbaur antar umat beragama, antar suku, ras yang majemuk, sementara keras kepala mempertahankan sistem yang mengadu domba kerukunannya, maka sungguh, sampai Malaikat pun yang memimpin suatu bangsa tersebut, tetap tak akan bisa mewujudkan mimpi kerukunan itu. Kenapa? Sebab kekuatan sistem itu melampaui kekuatan apapun di muka bumi ini.

Lihatlah bagaimana suatu bangsa yang mengadopsi sistem demokrasi-kapitalisme, di mana asas demokrasi menyatakan dengan tegas tentang kebebasan beragama, berekspresi, kepemilikan dan kebebasan berpendapat itu dibolehkan, namun ketika yang memimpin itu adalah komunitas yang berseberangan dengan komunitas lainnya, baik itu komunitas agama, suku, maupun komunitas pemikir yang berbantahan dengan pemikiran lainnya, maka jelas sudah komunitas yang tak mendapat kekuasaan akan dilibas habis jika tak mau meleburkan keyakinannya bersama para penguasa.

Lihatlah kasus baru-baru ini, di Minahasa Utara Sulawesi Utara. Tatkala Hukum Tua (Kepala Desa) di sana mempersoalkan tentang izin pembangunan masjid yang sudah mendapat izin dari kementerian, namun seolah dipaksa untuk tidak dioperasionalkan, yang saat ini masih berstatus musala, aktivitas dilarang di sana, padahal negara punya kewajiban untuk memfasilitasi warga negara dalam menjalankan ibadahnya dan bukan malah menghalangi. Tapi lihatlah realitasnya.

Lalu ketika dikonfirmasi, Hukum Tua di sana justru berkilah dengan berbagai dusta. Dengan pengakuannya bahwa dirinya tak melarang warga di sana melakukan ibadah di musala, akan tetapi ia menyegel dan menghentikan aktivitas di musala tersebut. Lalu apa bedanya antara melarang dengan menyegel rumah ibadah umat muslim di sana? Lihatlah, betapa rusaknya logika yang dia gunakan. Sudah jelas kerusakan dari sistem yang bodoh ini. Asasnya mengakui kebebasan beragama, namun demi demokrasi sendiri, hak keyakinan kaum muslimin dilibas.

Pada persoalan lain di bidang ekonomi. Ketika UU Penanaman modal dulunya belum ada, lalu kemudian dibuatkan regulasinya agar asing-aseng bisa masuk mengangkangi negeri ini atas nama kebebasan dari sistem yang diadopsi negara yakni demokrasi.

Ketika perusahaan asing dulunya tak boleh mengeruk SDA Negara, maka dengan mudah pemangku kekuasaan menggodok UU Migas dan Minerba untuk melegitimasi perampokan SDA di negeri ini. Bahkan sampai melegitimasi permainan mulai dari hulu hingga bermain di hilir yang menghancurkan pemain pasar kecil lokal di tanah tumpah darahnya sendiri.

Dan ketika kita lihat pada BAB III Pasal 6 UU Penanaman Modal Asing, seolah sengaja tidak memasukkan SDA strategis (MIGAS dan Minerba) sebagai bidang usaha yang terlarang bagi asing. Hanya terbatas pada pelarangan pengolahan atau melarang menanamkan modalnya di; Pelabuhan-pelabuhan, Produksi Transmisi dan distribusi Tenaga Listrik Untuk Umum, Telekomunikasi, Penerbangan, Pelayaran, Kereta Api Umu, Air Minum, Pembangkitan Tenaga Atom, dan Media Massa. Di samping itu, alat perang pun juga teramat dilarang.

Namun anehnya, setelah semua itu dibuat, meski dalam penerbitan UU tersebut sudah merugikan karena mengundang masuknya imperialisme barat dengan gaya baru, yakni penjajahan secara soft power lewat penguasaan kebijakan ekonomi dan politik, pun pada akhirnya kebodohan terus diulang-ulang hingga tak tahu dengan cara apa lagi kita bisa menegur dan memberi peringatan kepada penguasa agar berhenti dari tindak tanduk bodohnya yang terus-menerus menipu rakyat atas nama ideologi negara yakni Pancasila.

Sementara Pancasila itu sendiri jika ditinjau dari ajaran ekonominya, maka kita akan temukan bahwa Pancasila itu mempunyai ciri khas ajaran ekonomi yakni ekonomi kerakyatan yang berbasis koperasi dan bukan menggantung diri pada arus kas dan pencatatan utang Bank Dunia dan IMF.

Sok ikut-ikutan di pasar liberal, hingga harta yang dilarang dijual dalam UU Penanaman Modal Asing pun juga ikut-ikutan tergadai seperti Pelabuhan, Telekomunikasi, transportasi umum, Termasuk baru-baru ini diisukan untuk mengundang para pemain asing di bidang penerbangan untuk mengobati sakitnya transportasi udara.

Ada bergudang-gudang masalah yang telah mencekik ibu pertiwi saat ini, namun para petinggi di negeri ini sudah dininabobokkan oleh rupiah dan jabatan yang sifatnya hanya sementara saja.

Di saat Indonesia akan berumur 74 tahun di bulan ini, saat itu pula kita akan selalu mengenang bagaimana susahnya para pejuang nasional merebut kemerdekaan. Tapi, setelah mengingat itu, ternyata bukan hanya bagaimana para pejuang nasional merebut kemerdekaan, akan tetapi, juga bagaimana para pengobar api perjuangan, menyulut pemberontakan terhadap Portugis, Hindia-Belanda, Inggris dan Jepang, juga akan terkenang selalu dalam sanubari para pejuang Syariah Allah., tatkala Umat Islam dikhianati di awal-awal kemerdekaan, dengan digantinya naskah asli PANCASILA secara sepihak oleh kaum nasionalis, lalu memantik terjadinya perang saudara di tanah pertiwi, dan tokoh muslimlah yang kembali disudutkan dan dilabeli sebagai pemberontak. Padahal Tokoh Muslim ini hanya menuntut keadilan karena telah dikhianati oleh penguasa dan beberapa kaum nasionalis lainnya.

Akhirnya, kita sudah menyadari, bahwa hidup di bawah sekularisme yang rusak dan merusak lewat Demokrasi-Kapitalisme, sungguh, sebuah kebodohan nyata apabila terus dipertahankan sementara kebobrokannya sudah nyata di segala indra kemanusiaan kita.

Bila terus dipertahankan sistem rusak ini, itulah kebodohan yang memilukan, sebab tak mampu lagi keluar dari diri penganutnya yang menyiksa dirinya sendiri. Sebab, kebodohan merupakan jalan baku menuju kehancuran. (*)

_Djisuk.

You Might Also Like

4 komentar